Sore
hari kala langit usai perlahan-lahan meneteskan airnya ke bumi. Norman salah
satu mahasiswa di Kampus Jingga sedang menunggu sahabatnya di teras gedung
untuk menumpang pulang. Bahri sedang rapat di dalam kelas, sahabat Norman itu
dikenal sebagai aktivis kampus. Setelah menunggu satu jam, rombongan aktivis
kampus itu pun keluar dengan raut wajah yang terlihat tak segar lagi. Tak lama
Norman melihat Bahri dan mengajaknya untuk bergegas pulang sebelum hujan lagi.
Dalam perjalanan Norman sempat menanyakan Gedung Kemahasiswaan yang sering
tertutup belakangan ini.
“Aku
bingung kenapa kalian rapat di dalam kelas, padahal sudah ada gedung yang baru bro?” tanya Norman.
“Sekretariat
masing-masing organisasi di gedung yang sekarang jauh lebih kecil bro. Nggak
nyaman untuk sekedar rapat presidium aja,”
jawab Bahri.
Tatapan
Norman kosong berusaha membayangkan bagaimana keadaan di dalam karena Ia belum
pernah masuk ke dalam.
“Ditambah
sekarang listrik tidak menyala, jelas kami selalu kepanasan lama-lama di dalam
sana,” kata Bahri tiba-tiba membuyarkan lamunan Norman.
“Terus,
kenapa sekarang sering ditutup?” tanya Norman lagi.
“Tidak
Tahu. Aku belum sempat menanyakannya. Yang jelas gedung itu kini hanya terlihat
sebagai simbol yang menggambarkan bagaimana stagnannya idealisme dan gerakan
mahasiswa di zaman sekarang,” jawab Bahri dengan nada sedikit tinggi.
Norman
manggut-manggut meskipun Ia tidak mengerti mengapa sahabatnya berkata seperti
itu.
***
Selayakanya kemerdekaan yang
telah dicapai pasca reformasi, dipelihara dengan visi progresitas untuk
berpikir kreatif. Sayang, yang terjadi justru sebaliknya khususnya bagi mereka
yang menyandang gelar sebagai mahasiswa. Walaupun kita mungkin akan kalah
apabila perang fisik, tetapi janganlah kita samapai kalah perang pemikiran.
Kenyamanan yang dinikmati di era
reformasi, mungkin telah menenggelamkan masyarakat dalam hedonisme. Lupakan
untuk mempertahankan NKRI, namun siapkah generasi muda saat ini untuk itu?
Mempertahankan sepetak ruangan pun tidak sanggup. Tempat yang telah menjadi
sejarah generasi-generasi sebelumnya untuk menuangkan kreatifitas.
Namun, apabila masih tergugah
untuk terus berkreatifitas dengan keluar dari zona nyaman, alangkah bijaknya
memanfaatkan fasillitas yang ada. Menunjukan bahwa idealisme dan gerakan
seorang mahasiswa tidak akan terkurung dalam ruangan sempit. Keterbatasan
bukanlah alasan untuk berjalan di tempat. Segera ambil langkah untuk membusungkan
dada dan menghembuskan udara intelektualitas.