Senin, 07 Maret 2016

1000 Gerakan Untuk Satu Indonesia?



Indonesia memiliki berbagai macam problematika, carut marutnya negeri ini hampir setiap hari dapat kita saksikan di berbagai jenis media. Mulai dari masalah yang sederhana hingga kompleks, yang terkadang membuat kita menghela nafas panjang dan mengerenyutkan dahi.

Tetapi ada saja seperti oase di tengah gurun pasir negeri ini. Meski jumlah pemberitaan hal-hal positif ini cenderung lebih sedikit. Saya berharap bisa menjaga optimisme masyarakat terhadap negerinya sendiri. Bagaikan jamur di musim hujan, ada berbagai gerakan swadaya masyarakat untuk mengatasi fenomena masyarakat yang biasanya kurang mendapat perhatian dari pemerintah setempat. Dimulai dari gerakan sebungkus nasi, gerakan seribu sepatu, seribu bola, seribu guru, seribu pohon dan lain sebagainya. Itu hanya sebuah nama kampanye kegiatan mereka, diluar pada itu masih banyak lagi kegiatan sekelompok orang yang pada umumnya dipelopori oleh para pemuda.

Banyak ditemui komunitas-komunitas dan enterpreneur yang melakukan kegiatan mulai dari aksi sosial hingga memberdayakan masyarakat produktif dan mandiri. Di luar latar belakang dan motivasi berbagai gerakan tersebut, tentu kita sepakat bahwa hal ini merupakan sesuatu yang baik yang patut kita apresiasi. Seperti kata pepatah “jangan tanya apa yang telah negara berikan pada mu, namun apa yang telah kau berikan pada negeri mu”. Dari pada kita berdiri di bagian kelompok masyarakat yang acuh tak acuh dan mencaci maki terhadap Pemerintah.

Apabila kita menengok ke belakang sejarah negeri kita, ini mengingatkan penulis pada gerakan pemuda Indonesia yang masih bersifat kedaerahan, kesukuan dan keagamaan. Pada masa sebelum kemerdekaan gerakan pemuda tersebut kita kenal dengan istilah “Jong”. Namun, perjuangan yang masih bersifat kedaerahan tersebut menjadi salah satu penyebab kegagalan bangsa kita menghalau penjajahan dari bangsa lain. Yang kemudian melatarbelakangi gerakan Sumpah Pemuda yang bertujuan mempersatukan organisasi kepemudaan yang sudah ada di daerah-daerah. Kini, fenomena hampir serupa terjadi kembali, ada gerakan-gerakan positif yang dipelopori oleh sekelompok pemuda di sejumlah daerah. Bukan penjajah dari bangsa lain lagi yang mereka perangi, tapi mereka memerangi ketertinggalan, kesejahteraan dan kesenjangan sosial.

Namun, melihat fenomena tersebut, penulis merasa khawatir ini menjadi bom waktu pecahnya bangsa Indonesia. Ketidakmaksimalan Pemerintah dalam mengupayakan kesejahteraan rakyat, justru bukan menjadi faktor lahirnya gerakan semacam “Sumpah Pemuda”. Namun, antitesa dari semangat persatuan dan kesatuan Indonesia yaitu gerakan politis maupun separatis untuk memisahkan diri dari NKRI. Seperti kasus kebakaran lahan di Riau, ada saja suara-suara sumbang dari tokoh setempat yang mengatakan apabila Pemerintah tidak mampu mengatasi kebakaran lahan yang terjadi setiap tahunnya ini, lebih baik Riau memisahkan diri dari NKRI. Belum lagi, di Indonesia bagian timur yang susah payah terus diredam oleh Pemerintah terkait isu-isu melepaskan dari NKRI ini.

Maka penulis berharap ada pemimpin yang visioner menangkap fenomena ini dan menarik benang merah menjadi sebuah gerakan visioner demi Indonesia yang lebih baik. Sebelum ada gerakan politik yang justru menangkap ketidakmampuan pemerintah mensejahterakan masyarakatnya menjadi alasan politik untuk memisahkan diri dari Indonesia. Terakhir,  semoga gerakan-gerakan sosial ini tidak menjadi komoditas politik dan berharap kedepan ada dukungan serta kerja sama dari pemerintah ●

Selasa, 13 Oktober 2015

Siswa Muslim Perancis dipaksa Menggambar Nabi Muhammad?

Sebuah kisah nyata berlatar belakang kejadian penembakan Charlie Hebdo di Prancis, berhasil difilmkan dalam sebuah film pendek berdurasi 4:40 menit. Kisah tentang Siswa Muslim Prancis yang dipaksa untuk menggambar wajah nabi Muhammad oleh gurunya di Sekolah.

Film berjudul “Dessinez le Prophète / Draw the Prophet” ini berhasil menarik perhatian netizen dunia, dikarenakan alur cerita yang sangat mengharukan. Respon yang dilakukan oleh Siswa Muslim ini sangat mengharukan siapa saja yang menontonya.

Akun Mokhtar A. Wards telah mengunggahnya ke Youtube pada 09 Agustus 2015 dam berhasil menarik perhatian ratusan ribu netizen yang menontonnya.

Berikut ini rangkuman cerita yang diterjemahkan dari bahasa Perancis kedalam bahasa Indonesia, dikutip dari bersamaislam.com, senin (12/10/2015)

Guru meminta murid-murid untuk menggambar Nabi Muhammad SAW yang akan dijadikan cover depan majalah satir tersebut. Semula pelajar muslim itu mengangkat tangan hendak menyampaikan sesuatu, namun sang guru menolak. “No Question,” katanya.

Dia pun tercenung sambil memikirkan bagaimana dia menyelesaikan tugas tersebut. Tidak tahu memulai dari mana, akhirnya dia putuskan menulis kalimat-kalimat yang sangat menyentuh hati.

Wahai yang tercinta Rasulullah SAW.

Hari ini di sekolah, guru meminta kami melukis wajahmu. Aku suka melukis, tapi aku tidak pernah melihatmu. Lalu aku menutup kedua mataku. Dan aku melihat air mata ibu saat membaca kisahmu. Aku melihat ayah shalat sepanjang malam. Aku melihat kakak tersenyum meski dia baru mendapat penghinaan di jalan. Aku melihat sahabatku meminta maaf meski aku yang bersalah.

Aku ingin melukiskan semua gambaran ini. Di sini orang-orang ingin melihat semuanya, menyaksikan semuanya. Tapi aku menutup kedua mataku. Dan aku melihatmu datang kepadaku, kepada kami semua, dengan senyum yang paling sempurna. Bagaimana mungkin aku bisa melukiskan senyum yang sempurna ?

Guru tidak memberiku kesempatan bicara saat aku ingin menjelaskan. Aku tidak menyalahkannya. Dia mungkin tidak pernah belajar mencintai seseorang yang tidak dilihatnya. Tapi aku, aku mencintaimu meski tak pernah melihatmu.

Aku tak begitu pintar melukis tapi aku ingin menulis. Aku ingin menulis kepadamu Ya Rasulullah. Jika saja kau bisa kembali hadir pada kami selama beberapa jam, beberapa detik, atau beberapa saat saja, mungkin dia akan mengerti.

Pelajar itu melukis huruf Muhammad dalam bahasa arab dibalik kertas. Sang guru tercekat senyumnya tak bisa berkata-kata lagi saat membacanya di sebuah kursi.

Sumber: https://plus.google.com/110808502187388998820/posts/UgB5NWwnESN

Minggu, 11 Oktober 2015

Karakter Pemimpin Cerminan Rakyat?



Akhir-akhir ini Indonesia tengah dilanda carut-marut di berbagai sektor sendi kehidupan masyarakat. Ekonomi lesu, pembangunan melambat, kerusakan lingkungan dimana-mana, tentu masyarakat mnengah ke bawah yang paling merasakan dampak tersebut hingga berimplikasi pada meningkatnya kriminalitas. Nyawa manusia pun kini seperti tidak ada nilainya, selain karena faktor mencari sesuap nasi tetapi juga karena tingkat strees masyarakat yang tinggi.

Tapi, yang dilakukan pemerintah sejauh ini dinilai lambat dalam mengantisipasi dan merespon apa yang terjadi di negeri ini. Legislatif yang terdengar hanya grasak-grusuk menuntut peningkatan fasilitas dan tunjungan mereka, dimana mereka yang seharusnya menjadi penyeimbang dan pengontrol kinerja pemerintah? Dilain pihak, menteri satu ribut dengan menteri lainnya. Sedangkan, konflik KPK dan Polisi tak henti menghadirkan cerita konflik baru. Adanya ketidakpastian hukum dan tebang pilih hukum oleh aparat penegak hukum. Sebagai rakyat tentu kita geram akan hal tersebut dan menuntut pemerintah melakukan tindakan cepat untuk memulihkan keadaan ekonomi negeri ini.

Bila kita memperhatikan QS. Al An'am : 129, terdpat sebuah hikmah bahwa Allah ta'ala menjadikan pemimpin, penguasa dan raja segenap hamba-Nya berdasarkan jenis amal yang mereka kerjakan. Bahkan seolah-olah penguasa adalah cerminan dari perbuatan rakyatnya.

Ketika masyarakat berusaha memperbaiki dirinya, istiqamah dalam menjalankan kebaikan, Allah akan perbaiki mereka dengan Allah tunjuk para pemimpin yang memperhatikan kepentingan mereka. Sebagai ganjaran atas kebaikan yang telah mereka lakukan.

Sebaliknya, ketika masyarakat banyak melakukan kezaliman, kerusakan, tidak menunaikan kewajibannya, maka Allah akan tunjuk pemimpin yang zalim di tengah mereka. Pemimpin yang tidak memihak kepentingan mereka. Bahkan bisa jadi akan menindas mereka. Sebagai hukuman atas kezaliman yang dilakukan masyarakat. (Taisir al-Karim ar-Rahman, hlm. 273).

Ada sebuah ungkapan, amal perbuatan kalian, sejenis dengan pemimpin kalian. Sebagaimana karakter kalian, seperti itu pula bentuk kepemimpinan yang akan mengendalikan kalian.

Selain itu, telah Allah ingatkan dalan Q.S. Al Araf, berbagai kisah penduduk-penduduk terdahulu yang mengingkari ayat-ayat Allah, yang menyombongkan diri mereka, yang berbuat kezaliman & kerusakan di muka bumi telah Allah berikan kesempitan, kesengsaraan hingga siksaan.

Telah kita rasakan bersama baik dampak langsung maupun tidak langsung dari kemarau panjang. Orang BMKG menyebut hal ini terjadi akibat adanya gelombang El Nino di Samudra Pasifik, sebagai orang beriman seharusnya kita merenungi bahwa itu kehendak Allah, karena kita telah berbuat kerusakan di muka bumi-Nya. Pertumbuhan dan pembangunan ekonomi kita tengah melambat, pakar ekonomi bilang sebagai dampak dari ekonomi global terutama dari Amerika dan China. Bagaimana tidak terjadi, kita telah berlaku tidak adil dengan berbuat curang dengan mengurangi takaran dan timbangan dari dagangan di pasar hingga aspal di jalanan. Belum lagi kemaksiatan dan lain lainnya yang menjauhkan diri kita dari Masjid. Naudzubillah...

Maka sesungguhnya solusi dari semua permasalahan dari negeri ini tersurat dalam Q.S. Nuh, 71: 10-13; yang artinya sebagai berikut:
"maka aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai. Mengapa kamu tidak percaya akan kebesaran Allah?"

Ya! Solusinya adalah beristighfar, kembali ke jalan Allah, taubat massal agar Allah memberkahi negeri ini. Kemudian, memohon agar Allah gantikan pemimpin-pemimpin zalim itu dengan pemimpin yang amanah yang takut akan Allah. Jangan lupa berdoa, tidak hanya untuk kepentingan hidup kita sendiri tapi juga doakan untuk kebaikan negeri ini.

Jangan sampai kita tergolong ke dalam orang-orang yang oleh Allah tutup hatinya dari pintu hidayah-Nya. Jazakumullah khairan katsiran wa jazakumullah ahsanal jaza. 

Catatan: jika Anda meremehkan hal ini, mungkin juga Anda tidak sepercaya itu tentang Tuhan Anda dan ajaran-Nya. Iqra ...!

*tulisan ini diilhami dari khutbah Idul Adha dan respon atas kegundahan para netizen tentang kondisi negeri ini :o) 

Kenapa Saya Harus Berhenti Menulis? (Part 2)



Ada banyak alasan kenapa kita perlu menulis dibanding alasan untuk menghentikan menulis, terlebih lagi hanya karena orang tidak menyukainya. Selama itu hal-hal yang positif bukan mencaci dan menghakimi orang lain, why not? Paling tidak untuk dokumentasi pribadi, mengingatkan, dan memotivasi diri sendiri, syukur-syukur jika bisa menginspirasi orang lain walaupun hanya sekedar menghiasi senyum kecil diwajahnya. Memang yang sulit adalah menyisipkan ilmu di dalam tulisan tersebut. Maka dari sekarang sebaiknya anda unfriend saja, dari pada anda risih dan cenderung jijik karena timeline anda dipenuhi postingan dari saya.

Memang karakter orang berbeda-beda, ada yang cenderung menceritakan masalahnya kepada orang terdekat yang dia percaya. Ada pula yang mengungkapkan semuanya lewat sebuah tulisan di diary atau sebuah buku catatan. Saya termasuk tipe orang yang tidak terbiasa mengungkapkan perasaannya kepada orang lain. Mungkin sebagian orang tahu bahwa saya orang yang tidak banyak bicara, bicara seperlunya saja. Dan saya sudah menulis sebelum era media sosial seperti sekarang.

#read: kayak ga ada kalo lagi ngumpul, tapi sekalinya ngomong kadang ngena’ kadang pait. Jadi kalo kata-katanya dikumpulin bisa jadi novel –kata temen#

Sekarang, di era digital kita bisa melakukannya di dunia maya. Banyak sarana-sarana media sosial untuk menuangkan isi pikiran kita, tentu tidak semua bisa kita bagikan kepada publik. Kelebihannya dibanding di buku konvensional adalah kita tidak perlu takut kehilangan, terbakar, terkena air dll. Selama aplikasinya masih ada kita bisa melihatnya kapan saja.

Saya termasuk orang yang kemampuan verbalnya buruk, kadang yang saya ucapkan sulit dan tidak sesuai dengan apa yang saya pikirkan. Sebaliknya, jika saya tuliskan bisa secara detail saya jelaskan panjang lebar. Karena seperti tertahan dalam diri saya seorang karakter spongebob yang ekspresif, dan hanya bisa dikeluarkan melalui tulisan. Orang lain mungkin bisa menggambarkan dirinya melalui fashion, music, foto dll meskipun ada yang tidak suka tapi itulah mereka.
 
Mungkin memang terlihat alay atau kurang gentle kalau setiap saat posting apa yang kita lakukan dan yang kita pikirkan. Namun, sebenarnya itu lebih fleksibel bila dibandingkan dengan menulis diary konvensional, kita dipenghujung hari baru merangkum apa yang kita lakukan selama satu hari tersebut. Selain itu, saya termasuk orang yang suka bernostalgia, memorable, banyak hal yang masih rapih sebagai kenangan di rumah. Masih saya simpan buku-buku dari zaman SD, surat cinta yang tidak pernah sempat saya berikan, kertas pengumuman kelulusan, banyak kartu-kartu ujian sekolah dulu, kaos-kaos kegiatan yang pernah ikuti, kadang sepatu yang sudah jelek pun saya simpan karena punya cerita sendiri. 

#KECUALI MANTAN :-D GA PERLU DI SIMPEN !

Dengan menulis kita dapat merekam tentang apapun, yang mungkin saja di suatu hari nanti kita akan melupakannya, karena otak kita tidak selalu mengingat hal-hal kecil yang kita lewati setiap hari dalam jangka waktu yang panjang. Akan ada banyak hal yang kita lalui di setiap hari, dengan menulis kita bisa mengingatnya lagi, mesin waktu memang belum tercipta, mungkin tidak akan pernah tercipta, tapi kita bisa kok kembali ke masa lalu tanpa harus menggunakan mesin waktu, hanya dengan menulis semua yang terjadi pada hari ini.

Jadi, menulislah dan rekam semua hal yang menyenangkan, karena kita tidak akan tahu kapan berakhirnya semua hal yang ada di sekitar kita. Dan jika umur kita tidak panjang, sampai dimana cucu kita beranjak dewasa, kelak tulisan-tulisanmu akan mewakili dirimu dalam bercerita dan cucu-cucumu akan mengenal kepribadianmu dalam tulisan, meskipun kamu telah tiada.

Kenapa Saya Harus Berhenti Menulis? (Part 1)

  



Menulis adalah terapi, menulis adalah meditasi, menulis adalah curhat. Menulis adalah belajar, menulis adalah membaca, menulis adalah ... tak ada habisnya. Kesimpulannya; semakin menulis, hidup semakin manis.

Demikian kutipan kalimat dalam sebuah artikel (rosediana.net), banyak artikel lainnya yang menjelaskan hubungan antara menulis dan kebutuhan sebagai terapi. Diantaranya menurut Elizabeth Sullivan:

  • “salah satu bagian paling kuat dari sebuah terapi, yaitu kemampuan untuk mengobservasi pemikiran dan perasaan kita...”
  • “menulis itu memang sebuah gerakan yang kecil dan sederhana itu akan berubah sangat kuat manakala kita menuliskan tentang apapun yang ada dalam pikiran ...”
  • “menulis itu membantu kita untuk mengarahkan pikrian dan perasaan yang berantakan ke dalam track yang benar. Jalan inilah yang akan membawa kita pada kunci pengetahuan. Menulis juga menciptakan hubungan antara pikiran,  tubuh dan semangat ...”

Menulis ekspresif memberikan efek positif secara psikologis dan dalam jangka panjang akan jarang menemui persoalan kesehatan. Anda bisa mencoba menulis bebas dan kemudian merasakan manfaatnya. Tulislah secara lepas, biarkan pikiran dan perasaan anda mengalir, jangan mengeditnya, jangan pedulikan tata bahasa, jangan hiraukan salah ketik, jangan pedulikan soal gaya-hanya menulis! Anda akan dapatkan tulisan ekspresif yang paling orisinal, yang mencerminkan pikiran dan perasaan anda. Lakukan setiap hari walau hanya 15 menit. (Indonesia.tempo.co)

Ada beberapa gambaran kenapa kita harus menulis dan quote yang menginspirasi saya, sebagai berikut:

  1. BJ Habibie sempat mengidap psikosomatis karena duka yang mendalam akibat kehilangan istri yang dicintainya. Dokter psikiater pun menyarankannya untuk menulis sebagai terapi bila tidak dia akan dimasukan RSJ. Hingga akhirnya lahir sebuah buku “Habibie dan Ainun”
  2. Banyak manusia-manusia galau dan norak di dunia medsos yang pada akhirnya meraih kesuksesan setidaknya dapat mengisi dompet mereka. Seperti Raditya Dika dan Zarry Hendrik, banyak lagi fenomena-fenomen yang pada akhirnya bisa menjadi sebuah karya buku dari kumpulan tweetnya tsb atau dalam bentuk lainnya. Raditya Dika yang sering di bully menuliskan kisah-kisah konyolnya hingga memasuki era medsos kisah-kisahnya bisa dilihat orang lain. Zarry Hendrik mengakui dirinya seseorang yang minder dan pemalu, dengan kata-katanya di medsos perlahan-lahan dia membangun rasa percaya diri karena kata-katanya banyak disukai orang. Saya pribadi sih tidak berharap menjadi terkenal, tapi keinginan untuk menulis buku sih ada, karena apa ...
  3. Karena, bukan seberapa banyak readers yang mengapresiasi karya mu, tapi seberapa banyak readers yang terinspirasi oleh karya mu (Susan Arisanti)
  4. MENULIS BAGIAN DARI PERADABAN. Indonesia merdeka setelah mengenal budaya membaca dan menulis. Pernah terpikir oleh otak kita, sedandainya para ilmuwan, para pemikir dan orang-orang terdahulu tidak pernah menulis tentang apa yang mereka alami, saksikan, dan temukan pada zamannya?
  5. Tidak ada etika untuk menulis apapun, tidak ada biaya untuk menulis apapun, maka tidak ada penghalang untuk menulis apapun. “jangan salahkan anak cucu kita, jika mereka lebih mengenal Tan Malaka, Pramudya Ananta, Soe Hok Gie atau Khairil Anwar dan tidak mengenal kita sebagai leluhurnya (Maruntung Sihombing – Menulis untuk keabadian). YANG DIUCAPKAN BERLALU DENGAN ANGIN, YANG DITULISKAN AKAN ABADI.
  6. Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah (Pramoedya Ananta Toer)
  7. You’re what You read. Menulis sudah pasti membaca, sementara orang yang membaca belum tentu menulis. (lo cuman mau jadi penonton kisah hidup orang lain di time line apa mau menulis sejarah hidup lo sendiri?)
  8. Menulislah kamu sebelum dituliskan pada batu nisan (Ihsan Muslim)